PERIODE-PERIODE PSHT DI INDONESIA





A. Periode Perintisan

Dalam kilas perjalanan sejarah, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) merupakan sebuah organisasi ‘’Persaudaraan’’ yang bertujuan membentuk manusia berbudi luhur tahu benar dan salah dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam jalinan persaudaraan kekal abadi.

Organisasi ini didirikan pada tahun 1922 oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo di Desa Pilangbango, Madiun (sekarang Kelurahan Pilangbango, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun). Ki Hadjar Hardjo Oetomo adalah siswa kinasih dari Ki Ageng Soerodiwirjo (pendiri aliran pencak silat Setia Hati atai dikenal sebagai aliran SH). Ia juga tercatat sebagai pejuang perintis kemerdekaan Republik Indonesia.

Di awal perintisannya, perguruan pencak silat yang didirikan Ki Hadjar ini diberi nama Setia Hati Pencak Sport Club (SH PSC). Semula, SH PSC lebih memerankan diri sebagai basis pelatihan dan pendadaran pemuda Madiun dalam menentang penjajahan. Untuk mensiasati kolonialisme perguruan ini beberapa kali sempat berganti nama, yakni, dari SH PSC menjadi Setia Hati Pemuda Sport Club. Perubahan makna akronim ‘’P’’ dari ‘’ Pencak’’ menjadi ‘’Pemuda’’ sengaja dilakukan agar pemerintah Hindia Belanda tidak menaruh curiga dan tidak membatasi kegiatan SH PSC. Pada tahun 1922 SH PSC berganti nama lagi menjadi Seti Hati Terate. Kabarnya, nama ini merupakan inisiatif Soeratno Soerengpati, siswa Ki Hadjar —- yang juga tokoh perintis kemerdekaan berbasis Serikat Islam (SI).

B. Periode Pembaruan

Sementara itu, Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan Soekarno – Hatta pada tanggal 7 Agustus 1945 membawa dampak perubahan bagi kehidupan bangsa Indonesia. Kebebasan bertindak dan menyuarakan hak serta menjalankan kewajiban sebagai warga negara terbuka lebar dan dihargai sebagaimana mestinya. Atas restu dari Ki Hadjar Hardjo Oetomo, pada tahun 1948, Soetomo Mangkoedjojo, Darsono dan sejumlah siswa Ki Hajar, memprakarsai terselenggaranya konferensi pertama Setia Hati Terate. Hasilnya; sebuah langkah pembaharuan diluncurkan. Setia Hati Terate yang dalam awal perintisannya berstatus sebagai perguruan pencak silat di rubah menjadi “organisasi persaudaraan” dengan nama “Persaudaraan Setia Hati Terate”.

Mengapa langkah pembaharuan itu ditempuh? Alasannya, pertama agar organisasi tercinta kelak mampu mensejajarkan kiprahnya dengan perubahan zaman dan pergeseran nilai-nilai komunitas yang melingkupinya. Dengan mengubah organisasi dari yang bersifat “paguron” menjadi organisasi yang bertumpu pada “sistem persaudaraan”, berarti gaung pembaharuan telah dipekikkan dan proses perubahan telah di gelar. Yakni perubahan daya gerak organisasi dari sistem tradisional ke sistem organisasi modern. Dan organisasi modern inilah yang kelak diharapkan mampu menjawab tantangan kehidupan yang semakin kompleks.

Alasan kedua; agar organisasi yang dibidaninya itu nantinya tidak dikuasai dan bergantung pada orang-perorang sehingga kelangsungan hidup organisasi dan kelestariannya lebih terjamin.

Menyelaraskan perubahan era, dari era penjajahan ke era kemerdekaan, dalam kongres pertama SH Terate yang digelar tahun 1948, tiga butir pembaharuan dilontarkan.

1. Merubah sistem Organisasi dan Perguruan Pencak Silat (paguron) menjadi
“Organisasi Persaudaraan dengan nama Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT)”

2. Menyusun Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang pertama.

3. Mengangkat Soetomo Mangkoedjojo sebagai ketua.

Makna kata persaudaraan dalam paradigma baru PSHT ini adalah persaudaraan yang utuh. Yakni suatu jalinan persaudaraan yang didasarkan pada rasa saling sayang menyayangi, hormat menghormati dan saling bertanggung jawab. Persaudaraan yang tidak membedakan siapa aku dan siapa kamu. Persaudaraan yang tidak terkungkung hegomoni keduniawian (drajat, pangkat dan martabat) dan terlepas dari kefanatikan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).

Soetomo Mengkoedjojo menyelesaikan masa bhaktinya sebagai Ketua PSHT pada tahun 1974. Pada periode ini perkembangan PSHT mulai melebar keluar wilayah Madiun. Tercacat, (5) cabang diluar Madiun berhasil didirikan. Antara lain di Surabaya, Jogjakarta, dan Solo.

C. Periode Pengembangan

Gaung pembaharuan yang telah dipekikkan lewat konferensi (semacam musyawarah : MUBES) SH Terate di Pilangbango, Madiun itu dengan arif diakui sebagai era baru perjalanan roda organisasi. Era perubahan gerak organisasi dari tradisional ke organisasi modern. Konsekuensi dari perubahan tersebut, salah satu diantaranya adalah dengan mengentalkan komitmen pengembangan organisasi agar semakin maju, berkembang dan berkualitas.

Kiprah Persaudaraan Setia Hati Terate dalam memvisualisasikan dirinya pada komitmen itu bisa dilihat melalui salah satu upaya saat berusaha mengembangkan sayapnya, merambah ke luar daerah. Dan masyarakat yang menjadi fokus pengembangannya pun cukup heterogen, mulai dari masyarakat papan atas sampai masyarakat di papan paling bawah. Tak heran, jika Persaudaraan Setia Hati Terate lantas mendapat sambutan cukup hangat dari segenap lapisan masyarakat.

Kesepakatan menjadikan daya gerak organisasi bertumpu pada “sistem persaudaraan itu selanjutnya dijadikan dasar pengembangan sayap organisasi. Dan kian dipertegas lagi dalam MUBES Persaudaraan Setia Hati Terate, tahun 1974 di Madiun. Hasil Mubes ini antara lain mengangkat RM. Imam Koedoepangat sebagai ketua dan Soetomo Mangkoedjojo sebagai dewan pusat. Musyawarah juga sepakat menjadikan kedaulatan tertinggi organisasi di tangan anggota dan selanjutnya dapat disuarakan lewat wakilnya dalam setiap Mubes.

Kedua tokoh ini kembali dikukuhkan sebagai pimpinan organisasi pada Mubes tahun 1977.

Selepas Soetomo melepas jabatan ketua, tampuk pimpinan organisasi diamanatkan kepada RM Imam Koesoepangat, hingga tahun 1977. Periode berikutnya (1977-1981) Badini terpilih menjadi Ketua Dewan Cabang, sementara Tarmadji Boedi Harsono, memegang jabatan Ketua I.

Persaudaraan SH Terate mulai memasuki masa keemasan pasca MUBES IV di Madiun tahun 1981. Hasil Mubes antara lain, mengukuhkan H. Tarmadji Boedi Harsono,SE sebagai Ketua Umum dan RM.Imam Koesoepangat sebagai Ketua Dewan Pusat.

Pada era ini, pola pengembangan PSHT dipilah menjadi dua jalur. Yakni, jalur idealisme dan jalur professional. Sesuai dengan kapasitas SDM, RM. Imam Koesoepangat diamanati sebagai penanggung jawab pengembangan di bidang idealisme. Bidang idealisme ini menyangkut penajaman ajaran kerokhanian dan peningkatan kualitas budi pekerti luhur pada warga.

Sementara bidang pengembangan sayap organisasi dan keorganisasian, diserahkan pada H.Tarmadji Boedi Harsono,SE. Sepanjang, SH Terate dipimpin kedua tokoh pada dua jalur ini, perkembangan organisasi tampak semakin mantap Terbukti perkembangan SH Terate tidak lagi hanya berkutat di Pulau Jawa, tapi merambah ke luar P. Jawa. Pada decade ini cabang SH Terate yang semula hanya 5 cabang berkembang menjadi 46 cabang.

Sepeninggal RM Imam Koesoepangat, tepatnya tanggal 16 November 1987, praktis beban dan tanggung jawab tongkat kepemimpinan PSHT beralih ke pundak Tarmadji. Ibaratnya dua tanggung jawab yang semula ditanggung berdua, mulai saat itu harus diemban sendiri. Meski begitu, ternyata Tarmadji mampu. Terbukti berkat solidnya sistem koordinasi antarjajaran penurus dan kadang tercinta, PSHT berhasil melesat ke kancah paradigma baru.

Selain memprioritaskan pengembangan sektor ideal, dia menggebrak lewat program pembangunan sarana dan prasarana fisik organisasi. Ditengah kesibukan memimpin banyak lembaga sosial kemasyarakatan —sebab, selain sebagai Ketua Umum PSHT H. Tarmadji Boedi Harsono, SE, juga tercatat sebagai ketua Hiswana Migas, Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Kota Madiun, Direktur Kelompok Bimbingan Ibadah haji Al-Mabrur, dan masih banyak lagi organisasi yang dipimpin, Meski begitu, terbukti Tarmadji mampu memperkokoh eksistensi PSHT, tidak saja di bidang pengembangan sarana dan prasarana phisik organisasi, tapi juga pengembangan cabang.

Melengkapi keberadaan PSHT, didirikan sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Setia Hati Terate. Dalam perkembangannya Yayasan Setia Hati Terate berhasil menelorkan kinarnya monumental berupa lembaga pendidikan formal berupa Sekolah Menengah Industri Pariwisata Kusuma Terate (SMIP) dengan akreditasi diakui, SMIP Kusuma Terate telah berhasil mencetak siswa-siswinya menjadi tenaga terampil dibidang akomodasi perhotelan.

Sementara untuk mendukung kesejahteraan anggotanya Yayasan Setia Hati Terate juga mendirikan lembaga perekonomian berupa Koperasi Terate Manunggal. Disamping telah memiliki aset monumental berupa Padepokan PSHT yang berdiri di atas tanah seluas 12.290 M2, di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun, organisasi ini juga terdukung sejumlah asset lain yang diharapkan mampu menyelaraskan diri dengan era globalisasi.

Data terakhir menyebutkan, Persaudaraan Setia Hati Terate kini telah memiliki 187 cabang yang tersebar di Indonesia serta 67 komisariat Perguruan Tinggi dan 5 (lima) Komisariat Luar Negeri. Total jumlah anggota mencapai 1,5 juta lebih. Itu berarti selama dipegang Tarmadji, perkembangan cabang PSHT bertambah dari yang semula 46 cabang menjadi 200 cabang, atau bertambah sebanyak 154 cabang. Dari jumlah itu cabang yang telah resmi mengantongi SK PSHT Pusat Madiun, sebanyak 184 cabang. Sisanya masih dalam proses pengukuhan.

0 comments:

Share |
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...